BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Banyak dari apa yang dibahas di dalam buku ini menyangkut masalah dan
tren di dalam pembaharuan sekolah dasar dan menengah. Bahkan materi yang
disajikan di dalam bab ini secara eksplisit membahas isu-isu penting yang dipilih
dalam bidang keefektifan dan pembaharuan sekolah. Setelah menyoroti beberapa
tantangan utama yang dihadapi oleh sistem pendidikan Amerika Serikat,bagiamna karakteristik dari pengajaran yang efektif dan
sekolah-sekolah yang efektif. kita juga akan melihat proses perbaikan dan
pembaharuan sekolah serta topik-topik penting lainnya yang sering dibahas di
bawah rubrik keefektifan dan pembaharuan sekolah.
Perdebatan tentang pembaharuan sekolah dapat dipecahkan sebagian dengan
menganalisis bukti penelitian yang aktual. Pada laporan chapter report ini tidak
dapat membahas atau memberikan informasi yang luas tentang setiap perubahan
yang mungkin terjadi, tetapi bisa dibandingkan keefektifan dan pembaharuan
sekolah di Amerika Serikat dengan keefektifan dan pembaharuan sekolah di Indonesia.
Juga perhatikan tentang prasyarat untuk keberhasilan, kondisi-kondisi pokok
yang dapat membantu setiap pembaharuan yang dianjurkan yang tepat atau tidak
tepat, dan bagaimana prasyarat-prasyarat tersebut dapat mempengaruhi karir anda
sebagai seorang guru.
B.
Tujuan
1. Memperoleh informasi mengenai ke
efektifan dan pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat.
2. Sebagai seorang pendidik bisa
membandingkan ke efektifan dan pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat dengan
di Indonesia
3. Syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah landasan pedagogik
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
KEEFEKTIFAN
DAN PEMBAHARUAN SEKOLAH
DI
AMERIKA SERIKAT
A. Hal-hal Penting untuk Memperbaiki Sekolah
1. Pekerja
Yang Sedang Dipersiapkan
Menyangkut sekolah Amerika yang
sebagian besar memfokuskan pada
perlunya mendukung daya saing ekonomi internasional bangsa tersebut dengan
mengajarkan keahlian-keahlian yang berkaitan dengan pekerjaan kepada para siswa
dan pada hal penting yang berkaitan untuk mmemperbaiki prestasi di antara
siswa-siswa yang kurang beruntung.
Beberapa laporan dan studi nasional penting telah menjelaskan bahwa
siswa-siswa Amerika meninggalkan sekolah yang belum siap ikut berpartisipasi
secara efektif di dalam pekerjaan yang akan, dalam suatu perekonomian dunia
yang semakin canggih dan berbasis teknologi, mengharus-kan mereka melaksanakan
tugas-tugas rumit di tingkat tinggi. Menggemakan laporan-laporan ini, Presiden
Barack Obama mendahului proposal-proposalnya untuk pembaharuan pendidikan dengan
menyatakan, “Masa depan menjadi milik bangsa yang mendidik paling baik warga
negaranya.... Kita memiliki segala sesuatu yang kita butuhkan untuk menjadi
bangsa seperti itu ... dan tetap, meskipun sumber-sumber yang ada di manapun di
dunia tidak dapat dibandingkan, kita membiarkan nilai-nilai kita menurun,
sekolah-sekolah kita hancur, kualitas guru kita jatuh dan bangsa-bangsa lain
mendahului kita”.
2.
Mendorong Perlunya Keadilan
Hampir semua laporan dan studi yang ada sekarang ini yang menghadapi pembaharuan
pendidikan juga mengharuskan adanya upaya memperbaiki prestasi siswa-siswa yang
ekonominya kurang beruntung untuk membuat hasil-hasil pendidikan menjadi lebih
adil atau merata. Di samping kewajaran yang diinginkan, keadilan pendidikan
juga telah dihubungkan dengan perlunya daya saing ekonomi. Dengan demikian,
Forum of Educational Organizational Leaders menyimpulkan bahwa “jika kita ingin
mempertahankan atau memperbaiki standar hidup kita, kita harus bekerja lebih
pintar ... [tetapi] hal itu tidak mungkin menjadi berhasil jika hanya
orang-orang golongan menengah dari keluarga-keluarga yang stabil yang bekerja
lebih pintar.... [Kapasitas ini] harus – untuk pertama kalinya dalam sejarah
manusia – menjadi karakteristik dari massa populasi kita”.
3.
Karakteristik Kelas dan Sekolah yang Efektif
Dorongan
untuk keefektifan pendidikan yang lebih besar menjadi suatu industri dengan
pertumbuhan nasional pada tahun 1983, dan sejak itu industri tersebut telah
menghasilkan ratusan studi penelitian dan juga ribuan paper pembahasan dan
rencana perbaikan. Banyak studi telah direncanakan untuk mengidentifikasi
karakteristik dari pengajaran kelas yang efektif dan
sekolah-sekolah yang efektif.
Penelitian
tentang manajemen kelas menunjukkan bahwa guru yang efektif menggunakan
berbagai teknik untuk mengembangkan iklim produktif dan untuk memotivasi siswa.
Guru yang efektif menekankan praktek-praktek seperti berikut: (1) memastikan
bahwa siswa mengetahui apa yang diharapkan oleh guru; (2) membiarkan siswa
mengetahui bagaimana memperoleh bantuan; (3) mengikuti petunjuk-petunjuk
(peringatan) antara kegiatan-kegiatan dan peng-hargaan-penghargaan untuk
melaksanakan peraturan-peraturan; (4) mengadakan transisi yang lancar antara
kegiatan-kegiatan; (5) memberikan tugas kepada siswa yang cukup bervariasi
untuk mempertahankan perhatian; (6) memantau kelas untuk tanda-tanda
kebingungan atau kurang perhatian; (7) menjadi teliti untuk menghindari
siswa-siswa dipermalukan di depan teman-teman kelas mereka; (8) menanggapi
secara fleksibel kepada perkembangan-perkembangan yang tidak diharapkan; (9)
memberikan tugas-tugas yang menarik pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dari
siswa-siswa; (1) membantu siswa mengembangkan kecakapan manajemen sendiri; (11)
mengikuti latar belakang budaya siswa; dan (12) menjamin bahwa semua siswa
menjadi bagian dari komunitas belajar kelas.
B.
Penelitian
Sekolah yang Efektif
Bagian-bagian sebelumnya membahas
pengajaran dan pelajaran yang efektif di tingkat kelas. Namun, para pembaharu
juga harus memberikan perhatian kepada sekolah sebagai sebuah lembaga dan, di
dalam analisis terakhir, kepada konteks lebih besar daerah sekolah dan
lingkungan di mana sekolah-sekolah beroperasi. Bagaimana sekolah-sekolah yang
efektif dan daerah-daerah keseluruhan dapat membantu menentukan apa yang
terjadi di masing-masing kelas.
1.
Sekolah Dasar
Sebagian
besar penelitian tentang sekolah-sekolah yang efektif memfokuskan pada
pendidikan dasar. Para peneliti biasanya mendefinisikan keefektifan
setidak-tidaknya sebagian dipandang dari sudut prestasi siswa yang menonjol.
Misalnya, Ronald Edmonds dan yang lainnya menggambarkan sebuah sekolah yang
efektif sebagai yang memiliki karakteristik-karakteristik seperti berikut:
a. Lingkungan aman dan tertib yang kondusif untuk mengajar dan belajar dan
tidak menekan.
b. Misi sekolah yang jelas melalui
apa staf pengajar berbagi komitmen kepada prioritas-prioritas pelajaran, prosedur-prosedur penilaian,
dan akuntabilitas.
c. Kepemimpinan pelajaran oleh kepala sekolah yang memahami
karakteristik-karakteristik dari keefek-tifan pelajaran.
d. Iklim harapan-harapan tinggi di mana staf
pengajar membuktikan bahwa semua siswa dapat menguasai keahlian-keahlian yang
menantang.
e. Waktu melaksanakan tugas yang tinggi yang dihasilkan apabila
siswa-siswa menghabiskan persentase besar waktu ikut serta ddalam
kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk menguasai keahlian-keahlian dasar.
f. Pemantauan kemajuan siswa yang
sering dilakukan, menggunakan hasil-hasil untuk memperbaiki prestasi individu
dan program pelajaran.
g. Hubungan rumah dengan sekolah yang positif di mana orang tua mendukung misi
dasar sekolah dan memainkan peranan penmting di dalam membantu untuk mencapai
misi tersebut.
2.
Sekolah Menengah Atas
Studi-studi yang relatif sedikit telah mengkonsen-trasikan semata-mata
pada karakteristik dari sekolah menengah atas yang sangat efektif. Karena
tujuan dan program dari sekolah menengah atas sangat beragam dan kompleks, maka
sulit untuk menyimpulkan bahwa satu adalah lebih efektif daripada yang lainnya,
khususnya apabila golongan sosial dari kumpulan siswa diperhitungkan. Di
samping itu, hampir tidak mungkin setiap sekolah menengah atas yang
mendaftarkan sebagian besar siswa dari golongan pekerja dapat bertahan sebagai
relatif tinggi dalam prestasi.
Namun dalam tahun-tahun terakhir ini, para peneliti telah
mengidentifikasi dan menggambarkan beberapa sekolah menengah atas yang tampak
sangat efektif dalam mendidik sejumlah luas siswa. Pada umumnya,
sekolah-sekolah ini banyak sekali menekankan upaya membantu siswa-siswa
berprestasi rendah di kelas pertama. Mereka juga berusaha keras untuk mengatur
pelajaran menurut selera tertentu dan menghindari pengelompokkan yang kaku
kedalam jurusan-jurusan permanen atau terpisah untuk siswa-siswa berpresyasi
rendah, sedang, dan tinggi. Di samping itu, pendekatan-pendekatan berikut telah
sering berhasil:
1. Sekolah-sekolah di dalam sebuah sekolah untuk
siswa-siswa berprestasi rendah. Siswa-siswa yang membaca lebih dari
dua atau tiga tahun di bawah tingkat kelas ditempatkan ke sebuah unit khusus
delapan puluh sampai seratus siswa di kelas masuk. Jika guru mereka dipilih
karena kemampuan dan kemauan untuk bekerja dengan siswa-siswa berprestasi
rendah, siswa-siswa yang berpartisi-pasi dapat mencapai keuntungan-keuntungan
besar dalam keahlian dasar dan pemindahan ke pelajaran-pelajaran teratur.
2. Akademi karir. Berfungsi sebagai sekolah-sekolah
di dalam sebuah sekolah yang mendaftarkan siswa-siswa dengan berbagai kemampuan
di antara beberapa kelas, akademi karir memfokuskan pada bidang-bidang seperti
komputer, biologi atau ilmu lainnya, ilmu sastera atau seni, atau studi-studi
pekerjaan seperti pelaksanaan hukum atau jurnalisme. Data positif telah
dilaporkan tentang keterlibatan dan prestasi siswa di akademi-akademi karir.
3. Unit-unit
sekolah menengah atas yang lebih kecil pada umumnya. Sekolah-sekolah
menengah atas yang mendapatkan pendaftaran rendah atau telah dibagi menjadi
unit-unit lebih kecil seperti sekolah-sekolah di dalam sebuah sekolah memiliki
lebih banyak keterlibatan siswa dan prestasi lebih tinggi dairipada
sekolah-sekolah menengah atas tradisional yang besar dengan siswa-siswa yang
sama.
C. Karakteristik Pembaharuan Sekolah yang Berhasil
Dari
analisis upaya-upaya perbaikan sekolah masa lalu, kita memperoleh sedikit
banyak pemahaman tentang langkah-langkah yhang akan menjamin upaya-upaya
pembaharuan memiliki dampak penting dan bertahan lama. Kami menjelaskan
pelajaran-pelajaran yang dipelajari dari upaya-upaya masa lalu di bawah ini.
1. Pemecahan masalah adaptif.
Inovasi sering memiliki pengaruh yang sedikit atau tidak ada pengaruh sama
sekali terhadap prestasi siswa karena sejumlah masalah yang timbul untuk
melumpuhkan aplikasi praktis. Misalnya, para ahli dapat menemukan kurikulum
ilmu pengetahuan baru yang sangat hebat untuk siswa-siswa kelas empat dan
daerah-daerah sekolah dapat membeli bahan-bahan kurikulum baru dalam
kuantitas-kuantitas besar, tetapi guru dapat memilih untuk meng-gunakannya atau
tidak mengetahui bagaimana menggunakannya.
2. Fokus tingkat sekolah, dengan dukungan eksternal. Karena
organisasi yang menginovasi harus memecahkan masalah sehari-hari, maka ia harus
memfokuskan di tingkat sekolah individu, dimana banyak masalah terjadi. Namun
sebaliknya, sebuah sekolah yang mencoba untuk menjadi lebih baik memerlukan
berbagai macam pedoman dan dukungan dari pengatur sentral dan/atau wakil-wakil
eksternal.
3. Potensi untuk pelaksanaan. Pembaharuan sekolah yang berhasil juga
bergantung pada apakah perubahan-perubahan dapat dilaksanakan dengan mudah di
sekolah-sekolah khusus. Tiga karak-teristik yang membuat pelaksanaan yang
berhasil menjadi lebih memungkinkan adalah kecocokan
inovasi dengan konteks pengguna yang potensial, aksesibilitas-nya untuk mereka yang belum memahami gagasan-gagasan
yang mendasarinya, dan ”doabilitas”-nya
dipandang dari sudut tuntutan-tuntutan akan waktu dan energi guru.
4. Kepemimpinan dan persetujuan bersama. Inovasi yang berarti memerlukan perubahan pada
banyak persiapan kelembagaan, termasuk pen-jadwalan waktu staf dan siswa,
pemilihan dan penggunaan metode-metode dan bahan-bahan pelajaran, dan
mekanisme-mekanisme untuk mengambil keputusan-keputusan. Kepala sekolah yang
membangun biasanya menjadi orang penting di dalam membuat persiapan-persiapan
ini, tetapi staf pengajar juga harus memiliki visi bersama tentang dan harus
dilibatkan di dalam perubahan-perubahan yang mungkin diperlukan.
5. Pelatihan staf. Pengembangan staf merupakan kegiatan inti di
dalam proses perbaikan sekolah. Di sekolah dasar, seluruh staf harus berpartisipasi;
di sekolah menengah, departemen-departemen dapat menjadi unit yang tepat untuk
kegiatan-kegiatan tertentu. Pengembangan staf harus menjadi proses interaktif
di mana guru dan pengurus bekerja bersama-sama pada setiap tahap.
6. Koherensi. Koherensi di dalam upaya-upaya
pembaharuan sekolah memiliki sekurang-kurangnya dua dimensi utama. Yang pertama
mengacu pada koherensi di antara tingkat-tingkat kelas: guru di masing-masing
kelas harus mau membantu siswa menguasai kurikulum dan standar-standar yang
ditetapkan untuk kelas mereka, atau siswa akan kekurangan keahlian yang
diperlukan untuk keberhasilan di kelas berikutnya. Koherensi juga mengacu pada konsistensi dan kecocokan di antara
program-program pelajaran dan pendekatan-pendekatan yang digunakan di sekolah.
7. Komunitas profesional.
Sekolah dapat menjamin bahwa semua siswa belajar hanya jika guru bekerja
bersama-sama, mempercayai kawan-kawan mereka, dan menantang satu sama lain
untuk mengambil tanggung jawab atas tugas sulit membantu siswa-siswa berprestasi
rendah menguasai bahan pelajaran yang semakin menantang. Para analis menyebut
aspek pembaharuan ini sebagai pengembangan “komunitas profesional”.
D.Teknologi
Di Dalam Pembaharuan Sekolah
Para
pendidik menghadapi banyak pertanyaan dan tantangan berkenaan dengan pengenalan
teknologi baru dan yang muncul sebagai bagian dari upaya-upaya pembaharuan
sekolah. Kami akan membahas beberapa topik utama, termasuk pengenalan teknologi
baru yang efektif di sekolah-sekolah dan kelas-kelas, keadilan dan penggunaan
teknologi di dalam pendidikan, dan peringatan tentang perkembangan-perkembangan
yang telah terjadi selama dekade-dekade yang lalu.
1. Pengenalan
Komputer dan Teknologi Lainnya yang Efektif.
Para analis telah mengidentifikasi banyak pertimbangan yang menentukan
apakah pengenalan teknologi berbasis komputer akan menghasilkan atau membantu
menghasilkan perbaikan-perbaikan besar pada prestasi siswa-siswa sekolah dasar
dan menengah. Tema utama pada tinjauan kami sebelumnya tentang teknologi
berbasis komputer dan pembaharuan sekolah yang berhasil adalah bahwa pelatihan
guru sangat diperlukan atau tepat pasti menjadi suatu prasyarat.
2. Keadilan
dan Penggunaan Teknologi. Isu
penting lainnya, khususnya di tingkat-tingkat nasional dan negara, adalah
menjamin kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk mengakses manfaat-manfaat
dari perbaikan-perbaikan teknologi. Apakah itu di sekolah atau di rumah,
siswa-siswa dari keluarga berpendapatan rendah biasanya memiliki akses lebih
lebih sedikit kepada kesempatan-kesempatan belajar berbasis komputer tertentu
daripada siswa-siswa dari keluarga berpendapatan menengah.
3. Peringatan
Tentang Teknologi Berbasis Komputer di dalam Pendidikan. Tidak setiap orang menjadi optimistis tentang kemungkinan bahwa
teknologi akan menghasilkan pembaharuan-pembaharuan produktif di dalam sistem
pendidikan. Orang-orang yang suka meragukan banyak sekali jumlahnya, dan
pangkat-pangkat mereka meliputi sebagian analisis yang paling banyak mengetahui
tentang perkembangan-perkembangan baru di sekolah-sekolah dan tentang evolusi
komputer pada umumnya.
E.
Pendidikan
Di Daerah Pedalaman
Sekitar
20 persen siswa dan 30 persen sekolah terletak di daerah-daerah pedalaman, dan
sekitar setengahnya dari daerah-daerah sekolah ada daerah pedalaman. Dalam
mencoba untuk memperbaiki pendidikan di daerah pedalaman, para pendidik harus
menghadapi keragaman ekstrim lokasi-lokasi pedesa-an, yang menyebabkan sulit
untuk menggeneralisasi di antara komunitas-komunitas. Bahkan di dalam definisi
yang sangat terbatas ini, komunitas-komunitas pedalaman menunjukkan ratusan
kebudayaan cabang yang berbeda dalam komposisi ras dan etnik, tingkat keadaan
terpencil, struktur ekonomi, dan karakteristik-karakteristik lainnya. Namun,
sekarang ini sekelompok kecil sarjana telah mencoba untuk menentukan bagaimana
memberikan pendidikan yang berkualitas tinggi di lingkungan pedalaman. Mereka
telah mencapai beberapa kesimpulan penting:
1. Keragaman
yang sangat besar di Amerika daerah pedalaman memerlukan upaya-upaya perbaikan
sekolah yang sama-sama beragam yang juga menghadapi tujuan-tujuan pendidikan
multibudaya.
2. Skala
kecil sekolah-sekolah pedalaman menawarkan keuntungan-keuntungan. Para guru
dapat mengetahui siswa-siswa dan orang tua secara pribadi, dan sekolah-sekolah
dapat bekerja secara erat dengan perwakilan-perwakilan komunitas.
3. Guru di
sekolah-sekolah pedalaman sering memerlukan dukungan teknis yang besar.
4. Banyak
sekolah pedalaman dapat diuntungkan dari belajar jarak jauh dan teknologi maju
lainnya.
BAB
III
PEMBAHASAN
KEEFEKTIFAN
DAN PEMBAHARUAN SEKOLAH
DI
INDONESIA
A. Awal Keefektifan Dan Pembaharuan Sekolah Di
Indonesia
Peneliti
dan pengembangan menuju terciptanya sekolah efektif dewasa ini sudah berevolusi
sejak munculnya laporan James Coleman dari Univesitas Hopkins, Amerika Serikat tahun 1966. Laporan Coleman
ini dibuat berdasarkan survai yang dilakukannya bersama beberapa kolega dari
Univesitas Vanderbilt bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Amerika.
Coleman melaporkan bahwa sekolah-sekolah asuhan Pemerintah Amerika Serikat
sedikit sekali membawa dampak positif
terhadap prestasi peserta didik.
Sementara itu, justru lingkungan keluarga yang sangat berpengaruh bagi
peningkatan prestasi peserta didik. Sejak saat itulah banyak studi dilakukan
untuk mengembangkan sekolah-sekolah efektif di segala penjuru dunia, termasuk
di Indonesia. Tulisan yang berpijak pada hasil kajian terhadap berbagai penelitian ini berfokus pada apa karakteristik
sebuah sekolah efektif, apa dasar bangunan sebuah sekolah efektif, dan
bagaimana mengembangkan sebuah model sekolah
efektif dalam konteks pendidikan Indonesia dalam rangka mewujudkan perbaikan
proses belajar-menagajar yang bermuara pada peningkatan prestasi siswa. Dan
menurut saya prestasi siswa tidak hanya mencakup keunggulan
akademik, tetapi juga non-akademik seperti keberhasilan dalam olahraga dan
peningkatan gairah belajar. Karena itu, ukuran keberhasilan prestasi siswa pun
bukan hanya dilihat berdasarkan hasil-hasil ujian berupa angka melainkan juga
aspek-aspek non kognitif seperti kehadiran, partisipasi aktif di kelas, dan
bahkan angka drop out.
B. Ciri-Ciri Sekolah Efektif
Dari berbagai hasil penelitian para ahli pendidikan sejak tahun 1979 sampai sekarang, menurut penulis sebuah sekolah efektif di Indonesia ditandai dengan:
1. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
2.Lingkungan kerja yang kondusif ditandai dengan adanya kolaborasi dan kerja tim
3.Kejelasan tujuan pendidikan di sekolah yang berfokus pada pencapaian prestasi siswa yang tinggi; perencanaan yang dibangun secara kolaboratif;
4.Stabilitas dan pengembangan staf secara terpadu dan berkelanjutan
5.Fokus sekolah pada pencapaian prestasi siswa yang tinggi
6.Lingkungan belajar yang aman
7.Alat ukur monitoring keberhasilan belajar siswa yang komprehensif;
8.Pengakuan/pengarahan terhadap prestasi siswa.
9.Sumber daya sekolah yang memadai untuk pencapaian prestasi balajar dukungan pemerintah kabupaten.
10. Partisipasi orang tua dan masyarakat luas yang tinggi.
C. Dasar Bangunan Sekolah Efektif
Sejenak melihat realitas manajemen sekolah di Indonesia sampai akhir tahun 1990-an, menurut penulis mungkin sama seperti Coleman bahwa sekolah-sekolah yang ada hanya memberikan sedikit sumbangan terhadap peningkatan prestasi siswa karena berbagai alasan. Misalnya para kepala sekolah hanyalah perpanjangan tangan birokrat. Mereka hanya bertanggung jawab terhadap birokrat yang membebaninya dengan berbagai tugas administratif dengan imbalan insentif yang minim. Para kepala sekolah cenderung otoriter dalam mengambil keputusan di sekolah. Jangankan menggugah orangtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan di sekolah, melibatkan mereka saja tidak pernah. Guru-guru juga tidak profesional dalam mengajar, tapi ngotot mendesak pemerintah agar gajinya naik. Pemerintah sangat adil dan benar mewajibkan para guru untuk lulus sertifikasi dulu baru diberi imbalan setimpal. Betulkah demikian? Kalau betul mengapa demikian dan siapa yang paling bertanggung jawab?
Tidak dapat disangkal bahwa orangtua, lingkungan keluarga, aspek-aspek kehidupan sosial, sistem pendidikan yang efektif, dan lingkungan belajar-mengajar di sekolah sungguh berpengaruh besar terhadap peningkatan prestasi peserta didik. Secara khusus, rumah dan sekolah merupakan dua mata rantai yang tak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi siswa. Persoalannya, dalam konteks pendidikan kita di Indonesia, sejauhmana pemerintah dengan sungguh mendukung kemitraan (partnership) rumah dan sekolah? Bagaimana terciptanya kolaborasi antara rumah dan sekolah melalui konsep partnership dapat menciptakan lingkungan belajar-mengajar yang lebih sehat sehingga prestasi anak didik pun meningkat?
Berkaitan dengan persoalan pertama, kita boleh berbesar hati karena sesuai Undang-Undang Pendidikan 20/2003 dan panduan Menteri Pendidikan Nasional yang dikeluarkan tahun 2002 dan 2004 untuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten dan Dewan Sekolah di level sekolah, Pemerintah pusat sudah menyerahkan kuasa, wewenang, dan tanggung jawab ke tingkat sekolah dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan di sekolah. Diyakini bahwa sekolahlah yang lebih tahu mengenai kebutuhan sekolah itu sendiri dan sekolahlah yang paling dekat dengan peserta didik. Merekalah orang yang tepat dalam mengambil berbagai keputusan penting di sekolah. Untuk itu, pemerintah pusat harus mengalokasikan dana hibah block grant langsung ke sekolah untuk tujuan efisiensi dan efektivitas. Langkah ini seiring sejalan dengan banyak hasil penelitian di banyak negara bahwa pelimpahan wewenang ke sekolah dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap sekolah (ownership) pada seluruh komunitas sekolah dan masyarakat, partisipasi orangtua dan masyarakat perlahan-lahan meningkat, dan komitmen guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat terhadap perbaikan di sekolah lebih tinggi. Pada gilirannya, lingkungan belajar-mengajar di sekolah dapat diperbaiki untuk mendorong terciptanya semangat dan prestasi belajar anak didik. Realitas inilah yang disebut dengan reformasi sekolah.
Namun demikian, reformasi sekolah ini bukan tanpa tantangan. Pertama, kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer sekolah mesti paham dengan situasi baru ini. Agar ia tidak sendirian memikul tanggung jawab yang dilimpahkan pemerintah pusat, ia perlu memupuk sebuah proses pengambilan keputusan partisipatif dan partnership dengan berbagai komponen di sekolah dan masyarakat luas. Untuk itu, dewan sekolah yang merupakan lembaga perwakilan komunitas sekolah (kepala sekolah, staf sekolah baik staf pengajar maupun staf administrasi, orangtua murid, dan siswa untuk tingkatan SMP dan SMU) serta masyarakat luas termasuk tokoh masyarakat, aktivis pendidikan, ahli pendidikan, aktivis LSM, dan bahkan alumni.
Menurut penulis sudah jelas bahwa peran pemerintah dan partnership di sekolah melalui pengembangan dewan sekolah didukung peran kepemimpinan dan manajemen sekolah merupakan fondasi bangunan sekolah efektif. Selanjutnya, bidang-bidang apa yang seharusnya menjadi wewenang sekolah (dewan sekolah) dan pemerintah? Apakah pelimpahan ini disertai dengan kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan block grant dengan efektif dan dibarengi peningkatan kesejahteraan kepala sekolah dan jajarannya? Kedua pertanyaan ini berkaitan erat dengan bagaimana mengembangkan sebuah sekolah efektif yang dapat membantu peningkatan prestasi peserta didik.
D. Membangun Sekolah Efektif
Menurut Penulis pertama-tama perlu dipahami bahwa membangun sekolah efektif di Indonesia mesti dilihat dalam skala nasional, paling tidak karena tiga alasan fundamental berikut. Pertama, Indonesia dibangun berdasarkan unity in diversity (persatuan dalam keanekaragaman suku, bahasa, agama, dan ras) bukan dibangun atas unity in uniform (persatuan dalam keseragaman agama, misalnya). Kedua, pembangunan di sektor pendidikan selama lebih kurang 35 tahun pada era Pak Harto belum berhasil dengan memuaskan, terbukti dengan temuan United Nations Development Programme (UNDP) bahwa mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia sampai tahun 2000 berada pada tingkat 109. Mutu SDM ini didukung oleh hasil survai The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) bahwa sistem pendidikan Indonesia (sebelum menerapkan manajemen berbasis sekolah-MBS) berada pada tingkat ke-12 dari 12 negara. Karena itu, pemerintah segera membentuk Komisi Nasional Pendidikan (KNP) tahun 2001 untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai model manajemen pendidikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas SDM termasuk perbaikan sekolah. Inilah cerita awal mengenai kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia dan diterapkannya MBS secara wajib di Indonesia. Ketiga, konsep sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh dilihat secara terpisah, tetapi dilihat dalam rentangan waktu yang sama. Di belahan dunia mana pun, tidak ada yang menerapkan 100% sentralisasi dan 100% desentralisasi karena bisa menyebabkan disintegrasi bangsa dan sikap-sikap anarki dan ketergantungan yang tinggi.
Berhubungan dengan ketiga hal di atas, efektivitas dan perbaikan sekolah bukan semata-mata persoalan sekolah, orangtua, dan peserta didik semata, melainkan persoalan nasional. Karena itu, mengembangkan sekolah yang efektif tidak pernah terpisahkan dari peran pemerintah pusat untuk menyediakan tujuan pendidikan nasional yang nyata lewat pengembangan kurikulum dan buku-buku teks; kontrol pemerintah berkaitan dengan pelimpahan kuasa, wewenang, dan tanggung jawab ke sekolah sesuai dengan standardisasi pendidikan yang ditentukan; dan dukungan pemerintah berkaitan dengan waktu yang disediakan untuk mengadakan perbaikan, dukungan finansial, dan sumber daya manusia.
Lalu, dengan school resources (sumber daya sekolah: sumber daya manusia, dana, fasilitas sekolah, kurikulum sekolah, manajemen sekolah, dan hal-hal lain yang mendukung kualitas sekolah) yang ada, misalnya block grants, sebut saja dana Bantuan Operasional Sekolah yang dimulai sejak tahun 2001 sampai 2005, dana dekonsentrasi untuk rehabilitasi gedung sekolah tahun 2006, dewan sekolah diberi wewenang sungguh-sungguh untuk mengambil keputusan mengenai: pemilihan buku teks; anggaran dan pelaksanaan pembangunan dan renovasi gedung sekolah. Lebih bagus lagi kalau perekrutan guru dan kepala sekolah menjadi wewenang sekolah, bukan lagi pemerintah. Selain itu, beriringan dengan program-program pelatihan kepemimpinan dan manajemen sekolah yang diinisiatif pemerintah atau kerja sama pemerintah dengan lembaga internasional, sekolah mesti benar-benar diberi kuasa, otoritas, dan tanggung jawab untuk menyusun misi, visi, tujuan, dan program-program sekolah yang lebih nyata dalam upaya peningkatan prestasi
BAB
IV
SIMPULAN,
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A.
Simpulan
Dari penjelasan laporan
chapter repot ini dapat ditarik simpulan bahwa ke efektifan dan pembaharuan
sekolah di Amerika Serikat dengan di Indonesia hampir sama programnya, namun
dalam proses perlakuan programnya sekolah di Indonesia masih lambat
perkembangannya, ini diperkuat dengan masih belum meratanya perkembangan
perhatian pendidikan terhadap daerah pedalaman baik ditinjau dari segi apapun.
B.
Implikasi
Implikasi dari
penulisan laporan chapter report yang penulis buat adalah penulis berharap
pemerintah daerah (Pemda) baik propinsi maupun kabupaten jangan sampai
mengintimidasi kemandirian sekolah dalam menentukan, melaksanakan, dan
mengevaluasi segala otoritas dan tanggung jawab yang sudah dimiliknya dengan cara apapun. Sebaliknya,
pemda setia pada tugasnya untuk menjadi fasilitator sekolah, misalnya dalam
konteks pengalokasian block grant dari dana dekonsentrasi yang secara otomatis
menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi dalam konteks administratif. Sejalan
dengan pemda, pemerintah pusat perlu lebih konsentrasi lagi mengurus tujuan
pendidikan nasional, standardisasi dan evaluasi nasional, sistem akreditasi,
dan yang paling penting soal alokasi dana dan sumber daya lainnya yang merata.
C.
Rekomendasi
Melalui pembelajaran landasan
pedagogik, membuat suatu pencerahan bagi semua pendidik bagaimana cara atau
bersikap mendidik yang baik, kemudian para pendidik sadar terhadap keadilan
mendapatkan pendidikan yang sama pada setiap orang di negara Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ornstein
C.Allan. Levine U.Daniel. Gutek L.Gerald and Vocke E. David. 2011. Foundations of
Education; Eleventh Edition. . Wadsworth, Cangage Learning. United Stated
of America.
Ornstein,C.Allan
and Levine, U.Daniel. An Introduction to the Foundations of Education; third
edition. Houghton Mifflin Company, Boston, New Jersey. 1884. United Stated
of America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar