Selasa, 24 Juni 2014



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyak dari apa yang dibahas di dalam buku ini menyangkut masalah dan tren di dalam pembaharuan sekolah dasar dan menengah. Bahkan materi yang disajikan di dalam bab ini secara eksplisit membahas isu-isu penting yang dipilih dalam bidang keefektifan dan pembaharuan sekolah. Setelah menyoroti beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh sistem pendidikan Amerika Serikat,bagiamna  karakteristik dari pengajaran yang efektif dan sekolah-sekolah yang efektif. kita juga akan melihat proses perbaikan dan pembaharuan sekolah serta topik-topik penting lainnya yang sering dibahas di bawah rubrik keefektifan dan pembaharuan sekolah.
Perdebatan tentang pembaharuan sekolah dapat dipecahkan sebagian dengan menganalisis bukti penelitian yang aktual. Pada laporan chapter report ini tidak dapat membahas atau memberikan informasi yang luas tentang setiap perubahan yang mungkin terjadi, tetapi bisa dibandingkan keefektifan dan pembaharuan sekolah di Amerika Serikat dengan keefektifan dan pembaharuan sekolah di Indonesia. Juga perhatikan tentang prasyarat untuk keberhasilan, kondisi-kondisi pokok yang dapat membantu setiap pembaharuan yang dianjurkan yang tepat atau tidak tepat, dan bagaimana prasyarat-prasyarat tersebut dapat mempengaruhi karir anda sebagai seorang guru.



B.     Tujuan
1.      Memperoleh informasi mengenai ke efektifan dan pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat.
2.      Sebagai seorang pendidik bisa membandingkan ke efektifan dan pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat dengan di Indonesia
3.      Syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah landasan pedagogik

BAB II
TINJAUAN TEORI
KEEFEKTIFAN DAN PEMBAHARUAN SEKOLAH
DI AMERIKA SERIKAT

A.  Hal-hal Penting untuk Memperbaiki Sekolah
1.    Pekerja Yang Sedang Dipersiapkan
Menyangkut sekolah  Amerika  yang  sebagian  besar memfokuskan pada perlunya mendukung daya saing ekonomi internasional bangsa tersebut dengan mengajarkan keahlian-keahlian yang berkaitan dengan pekerjaan kepada para siswa dan pada hal penting yang berkaitan untuk mmemperbaiki prestasi di antara siswa-siswa yang kurang beruntung.
Beberapa laporan dan studi nasional penting telah menjelaskan bahwa siswa-siswa Amerika meninggalkan sekolah yang belum siap ikut berpartisipasi secara efektif di dalam pekerjaan yang akan, dalam suatu perekonomian dunia yang semakin canggih dan berbasis teknologi, mengharus-kan mereka melaksanakan tugas-tugas rumit di tingkat tinggi. Menggemakan laporan-laporan ini, Presiden Barack Obama mendahului proposal-proposalnya untuk pembaharuan pendidikan dengan menyatakan, “Masa depan menjadi milik bangsa yang mendidik paling baik warga negaranya.... Kita memiliki segala sesuatu yang kita butuhkan untuk menjadi bangsa seperti itu ... dan tetap, meskipun sumber-sumber yang ada di manapun di dunia tidak dapat dibandingkan, kita membiarkan nilai-nilai kita menurun, sekolah-sekolah kita hancur, kualitas guru kita jatuh dan bangsa-bangsa lain mendahului kita”.

2.    Mendorong Perlunya Keadilan
Hampir semua laporan dan studi yang ada sekarang ini yang menghadapi pembaharuan pendidikan juga mengharuskan adanya upaya memperbaiki prestasi siswa-siswa yang ekonominya kurang beruntung untuk membuat hasil-hasil pendidikan menjadi lebih adil atau merata. Di samping kewajaran yang diinginkan, keadilan pendidikan juga telah dihubungkan dengan perlunya daya saing ekonomi. Dengan demikian, Forum of Educational Organizational Leaders menyimpulkan bahwa “jika kita ingin mempertahankan atau memperbaiki standar hidup kita, kita harus bekerja lebih pintar ... [tetapi] hal itu tidak mungkin menjadi berhasil jika hanya orang-orang golongan menengah dari keluarga-keluarga yang stabil yang bekerja lebih pintar.... [Kapasitas ini] harus – untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia – menjadi karakteristik dari massa populasi kita”.
3.    Karakteristik Kelas dan Sekolah yang Efektif
Dorongan untuk keefektifan pendidikan yang lebih besar menjadi suatu industri dengan pertumbuhan nasional pada tahun 1983, dan sejak itu industri tersebut telah menghasilkan ratusan studi penelitian dan juga ribuan paper pembahasan dan rencana perbaikan. Banyak studi telah direncanakan untuk mengidentifikasi karakteristik dari pengajaran kelas yang efektif  dan  sekolah-sekolah yang efektif.
Penelitian tentang manajemen kelas menunjukkan bahwa guru yang efektif menggunakan berbagai teknik untuk mengembangkan iklim produktif dan untuk memotivasi siswa. Guru yang efektif menekankan praktek-praktek seperti berikut: (1) memastikan bahwa siswa mengetahui apa yang diharapkan oleh guru; (2) membiarkan siswa mengetahui bagaimana memperoleh bantuan; (3) mengikuti petunjuk-petunjuk (peringatan) antara kegiatan-kegiatan dan peng-hargaan-penghargaan untuk melaksanakan peraturan-peraturan; (4) mengadakan transisi yang lancar antara kegiatan-kegiatan; (5) memberikan tugas kepada siswa yang cukup bervariasi untuk mempertahankan perhatian; (6) memantau kelas untuk tanda-tanda kebingungan atau kurang perhatian; (7) menjadi teliti untuk menghindari siswa-siswa dipermalukan di depan teman-teman kelas mereka; (8) menanggapi secara fleksibel kepada perkembangan-perkembangan yang tidak diharapkan; (9) memberikan tugas-tugas yang menarik pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dari siswa-siswa; (1) membantu siswa mengembangkan kecakapan manajemen sendiri; (11) mengikuti latar belakang budaya siswa; dan (12) menjamin bahwa semua siswa menjadi bagian dari komunitas belajar kelas.

B.   Penelitian Sekolah yang Efektif
Bagian-bagian sebelumnya membahas pengajaran dan pelajaran yang efektif di tingkat kelas. Namun, para pembaharu juga harus memberikan perhatian kepada sekolah sebagai sebuah lembaga dan, di dalam analisis terakhir, kepada konteks lebih besar daerah sekolah dan lingkungan di mana sekolah-sekolah beroperasi. Bagaimana sekolah-sekolah yang efektif dan daerah-daerah keseluruhan dapat membantu menentukan apa yang terjadi di masing-masing kelas.


1.    Sekolah Dasar
Sebagian besar penelitian tentang sekolah-sekolah yang efektif memfokuskan pada pendidikan dasar. Para peneliti biasanya mendefinisikan keefektifan setidak-tidaknya sebagian dipandang dari sudut prestasi siswa yang menonjol. Misalnya, Ronald Edmonds dan yang lainnya menggambarkan sebuah sekolah yang efektif sebagai yang memiliki karakteristik-karakteristik seperti berikut:
a.  Lingkungan aman dan tertib yang kondusif untuk mengajar dan belajar dan tidak menekan.
b.  Misi sekolah yang jelas melalui apa staf pengajar berbagi komitmen kepada prioritas-prioritas pelajaran,   prosedur-prosedur   penilaian,  dan akuntabilitas.
c.  Kepemimpinan pelajaran oleh kepala sekolah yang memahami karakteristik-karakteristik dari keefek-tifan pelajaran.
d. Iklim harapan-harapan tinggi di mana staf pengajar membuktikan bahwa semua siswa dapat menguasai keahlian-keahlian yang menantang.
e.  Waktu melaksanakan tugas yang tinggi yang dihasilkan apabila siswa-siswa menghabiskan persentase besar waktu ikut serta ddalam kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk menguasai keahlian-keahlian dasar.
f.  Pemantauan kemajuan siswa yang sering dilakukan, menggunakan hasil-hasil untuk memperbaiki prestasi individu dan program pelajaran.
g.  Hubungan rumah dengan sekolah yang positif di mana orang tua mendukung misi dasar sekolah dan memainkan peranan penmting di dalam membantu untuk mencapai misi tersebut.
2.    Sekolah Menengah Atas
Studi-studi yang relatif sedikit telah mengkonsen-trasikan semata-mata pada karakteristik dari sekolah menengah atas yang sangat efektif. Karena tujuan dan program dari sekolah menengah atas sangat beragam dan kompleks, maka sulit untuk menyimpulkan bahwa satu adalah lebih efektif daripada yang lainnya, khususnya apabila golongan sosial dari kumpulan siswa diperhitungkan. Di samping itu, hampir tidak mungkin setiap sekolah menengah atas yang mendaftarkan sebagian besar siswa dari golongan pekerja dapat bertahan sebagai relatif tinggi dalam prestasi.
Namun dalam tahun-tahun terakhir ini, para peneliti telah mengidentifikasi dan menggambarkan beberapa sekolah menengah atas yang tampak sangat efektif dalam mendidik sejumlah luas siswa. Pada umumnya, sekolah-sekolah ini banyak sekali menekankan upaya membantu siswa-siswa berprestasi rendah di kelas pertama. Mereka juga berusaha keras untuk mengatur pelajaran menurut selera tertentu dan menghindari pengelompokkan yang kaku kedalam jurusan-jurusan permanen atau terpisah untuk siswa-siswa berpresyasi rendah, sedang, dan tinggi. Di samping itu, pendekatan-pendekatan berikut telah sering berhasil:
1.  Sekolah-sekolah di dalam sebuah sekolah untuk siswa-siswa berprestasi rendah. Siswa-siswa yang membaca lebih dari dua atau tiga tahun di bawah tingkat kelas ditempatkan ke sebuah unit khusus delapan puluh sampai seratus siswa di kelas masuk. Jika guru mereka dipilih karena kemampuan dan kemauan untuk bekerja dengan siswa-siswa berprestasi rendah, siswa-siswa yang berpartisi-pasi dapat mencapai keuntungan-keuntungan besar dalam keahlian dasar dan pemindahan ke pelajaran-pelajaran teratur.
2.  Akademi karir. Berfungsi sebagai sekolah-sekolah di dalam sebuah sekolah yang mendaftarkan siswa-siswa dengan berbagai kemampuan di antara beberapa kelas, akademi karir memfokuskan pada bidang-bidang seperti komputer, biologi atau ilmu lainnya, ilmu sastera atau seni, atau studi-studi pekerjaan seperti pelaksanaan hukum atau jurnalisme. Data positif telah dilaporkan tentang keterlibatan dan prestasi siswa di akademi-akademi karir.
3.  Unit-unit sekolah menengah atas yang lebih kecil pada umumnya. Sekolah-sekolah menengah atas yang mendapatkan pendaftaran rendah atau telah dibagi menjadi unit-unit lebih kecil seperti sekolah-sekolah di dalam sebuah sekolah memiliki lebih banyak keterlibatan siswa dan prestasi lebih tinggi dairipada sekolah-sekolah menengah atas tradisional yang besar dengan siswa-siswa yang sama.

C.  Karakteristik Pembaharuan Sekolah yang Berhasil
Dari analisis upaya-upaya perbaikan sekolah masa lalu, kita memperoleh sedikit banyak pemahaman tentang langkah-langkah yhang akan menjamin upaya-upaya pembaharuan memiliki dampak penting dan bertahan lama. Kami menjelaskan pelajaran-pelajaran yang dipelajari dari upaya-upaya masa lalu di bawah ini.
1.  Pemecahan masalah adaptif. Inovasi sering memiliki pengaruh yang sedikit atau tidak ada pengaruh sama sekali terhadap prestasi siswa karena sejumlah masalah yang timbul untuk melumpuhkan aplikasi praktis. Misalnya, para ahli dapat menemukan kurikulum ilmu pengetahuan baru yang sangat hebat untuk siswa-siswa kelas empat dan daerah-daerah sekolah dapat membeli bahan-bahan kurikulum baru dalam kuantitas-kuantitas besar, tetapi guru dapat memilih untuk meng-gunakannya atau tidak mengetahui bagaimana menggunakannya.
2.  Fokus tingkat sekolah, dengan dukungan eksternal. Karena organisasi yang menginovasi harus memecahkan masalah sehari-hari, maka ia harus memfokuskan di tingkat sekolah individu, dimana banyak masalah terjadi. Namun sebaliknya, sebuah sekolah yang mencoba untuk menjadi lebih baik memerlukan berbagai macam pedoman dan dukungan dari pengatur sentral dan/atau wakil-wakil eksternal.
3.  Potensi untuk pelaksanaan. Pembaharuan sekolah yang berhasil juga bergantung pada apakah perubahan-perubahan dapat dilaksanakan dengan mudah di sekolah-sekolah khusus. Tiga karak-teristik yang membuat pelaksanaan yang berhasil menjadi lebih memungkinkan adalah kecocokan inovasi dengan konteks pengguna yang potensial, aksesibilitas-nya untuk mereka yang belum memahami gagasan-gagasan yang mendasarinya, dan ”doabilitas”-nya dipandang dari sudut tuntutan-tuntutan akan waktu dan energi guru.
4.  Kepemimpinan dan persetujuan bersama. Inovasi yang berarti memerlukan perubahan pada banyak persiapan kelembagaan, termasuk pen-jadwalan waktu staf dan siswa, pemilihan dan penggunaan metode-metode dan bahan-bahan pelajaran, dan mekanisme-mekanisme untuk mengambil keputusan-keputusan. Kepala sekolah yang membangun biasanya menjadi orang penting di dalam membuat persiapan-persiapan ini, tetapi staf pengajar juga harus memiliki visi bersama tentang dan harus dilibatkan di dalam perubahan-perubahan yang mungkin diperlukan.
5.  Pelatihan staf. Pengembangan staf merupakan kegiatan inti di dalam proses perbaikan sekolah. Di sekolah dasar, seluruh staf harus berpartisipasi; di sekolah menengah, departemen-departemen dapat menjadi unit yang tepat untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Pengembangan staf harus menjadi proses interaktif di mana guru dan pengurus bekerja bersama-sama pada setiap tahap.
6.  Koherensi. Koherensi di dalam upaya-upaya pembaharuan sekolah memiliki sekurang-kurangnya dua dimensi utama. Yang pertama mengacu pada koherensi di antara tingkat-tingkat kelas: guru di masing-masing kelas harus mau membantu siswa menguasai kurikulum dan standar-standar yang ditetapkan untuk kelas mereka, atau siswa akan kekurangan keahlian yang diperlukan untuk keberhasilan di kelas berikutnya. Koherensi juga mengacu pada konsistensi dan kecocokan di antara program-program pelajaran dan pendekatan-pendekatan yang digunakan di sekolah.
7.  Komunitas profesional. Sekolah dapat menjamin bahwa semua siswa belajar hanya jika guru bekerja bersama-sama, mempercayai kawan-kawan mereka, dan menantang satu sama lain untuk mengambil tanggung jawab atas tugas sulit membantu siswa-siswa berprestasi rendah menguasai bahan pelajaran yang semakin menantang. Para analis menyebut aspek pembaharuan ini sebagai pengembangan “komunitas profesional”.
D.Teknologi Di Dalam Pembaharuan Sekolah
Para pendidik menghadapi banyak pertanyaan dan tantangan berkenaan dengan pengenalan teknologi baru dan yang muncul sebagai bagian dari upaya-upaya pembaharuan sekolah. Kami akan membahas beberapa topik utama, termasuk pengenalan teknologi baru yang efektif di sekolah-sekolah dan kelas-kelas, keadilan dan penggunaan teknologi di dalam pendidikan, dan peringatan tentang perkembangan-perkembangan yang telah terjadi selama dekade-dekade yang lalu.
1.    Pengenalan Komputer dan Teknologi Lainnya yang Efektif. Para analis telah mengidentifikasi banyak pertimbangan yang menentukan apakah pengenalan teknologi berbasis komputer akan menghasilkan atau membantu menghasilkan perbaikan-perbaikan besar pada prestasi siswa-siswa sekolah dasar dan menengah. Tema utama pada tinjauan kami sebelumnya tentang teknologi berbasis komputer dan pembaharuan sekolah yang berhasil adalah bahwa pelatihan guru sangat diperlukan atau tepat pasti menjadi suatu prasyarat.
2.    Keadilan dan Penggunaan Teknologi. Isu penting lainnya, khususnya di tingkat-tingkat nasional dan negara, adalah menjamin kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk mengakses manfaat-manfaat dari perbaikan-perbaikan teknologi. Apakah itu di sekolah atau di rumah, siswa-siswa dari keluarga berpendapatan rendah biasanya memiliki akses lebih lebih sedikit kepada kesempatan-kesempatan belajar berbasis komputer tertentu daripada siswa-siswa dari keluarga berpendapatan menengah.
3.    Peringatan Tentang Teknologi Berbasis Komputer di dalam Pendidikan. Tidak setiap orang menjadi optimistis tentang kemungkinan bahwa teknologi akan menghasilkan pembaharuan-pembaharuan produktif di dalam sistem pendidikan. Orang-orang yang suka meragukan banyak sekali jumlahnya, dan pangkat-pangkat mereka meliputi sebagian analisis yang paling banyak mengetahui tentang perkembangan-perkembangan baru di sekolah-sekolah dan tentang evolusi komputer pada umumnya.
E.   Pendidikan Di Daerah Pedalaman
Sekitar 20 persen siswa dan 30 persen sekolah terletak di daerah-daerah pedalaman, dan sekitar setengahnya dari daerah-daerah sekolah ada daerah pedalaman. Dalam mencoba untuk memperbaiki pendidikan di daerah pedalaman, para pendidik harus menghadapi keragaman ekstrim lokasi-lokasi pedesa-an, yang menyebabkan sulit untuk menggeneralisasi di antara komunitas-komunitas. Bahkan di dalam definisi yang sangat terbatas ini, komunitas-komunitas pedalaman menunjukkan ratusan kebudayaan cabang yang berbeda dalam komposisi ras dan etnik, tingkat keadaan terpencil, struktur ekonomi, dan karakteristik-karakteristik lainnya. Namun, sekarang ini sekelompok kecil sarjana telah mencoba untuk menentukan bagaimana memberikan pendidikan yang berkualitas tinggi di lingkungan pedalaman. Mereka telah mencapai beberapa kesimpulan penting:
1.    Keragaman yang sangat besar di Amerika daerah pedalaman memerlukan upaya-upaya perbaikan sekolah yang sama-sama beragam yang juga menghadapi tujuan-tujuan pendidikan multibudaya.
2.    Skala kecil sekolah-sekolah pedalaman menawarkan keuntungan-keuntungan. Para guru dapat mengetahui siswa-siswa dan orang tua secara pribadi, dan sekolah-sekolah dapat bekerja secara erat dengan perwakilan-perwakilan komunitas.
3.    Guru di sekolah-sekolah pedalaman sering memerlukan dukungan teknis yang besar.
4.    Banyak sekolah pedalaman dapat diuntungkan dari belajar jarak jauh dan teknologi maju lainnya.

BAB III
PEMBAHASAN
KEEFEKTIFAN DAN PEMBAHARUAN SEKOLAH
DI INDONESIA
A.  Awal Keefektifan Dan Pembaharuan Sekolah Di Indonesia
               Peneliti dan pengembangan menuju terciptanya sekolah efektif dewasa ini sudah berevolusi sejak munculnya laporan James Coleman dari Univesitas Hopkins,  Amerika Serikat tahun 1966. Laporan Coleman ini dibuat berdasarkan survai yang dilakukannya bersama beberapa kolega dari Univesitas Vanderbilt bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Amerika. Coleman melaporkan bahwa sekolah-sekolah asuhan Pemerintah Amerika Serikat sedikit sekali membawa dampak positif
terhadap prestasi peserta didik. Sementara itu, justru lingkungan keluarga yang sangat berpengaruh bagi peningkatan prestasi peserta didik. Sejak saat itulah banyak studi dilakukan untuk mengembangkan sekolah-sekolah efektif di segala penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Tulisan yang berpijak pada hasil kajian terhadap berbagai  penelitian ini berfokus pada apa karakteristik sebuah sekolah efektif, apa dasar bangunan sebuah sekolah efektif, dan bagaimana mengembangkan sebuah model  sekolah efektif dalam konteks pendidikan Indonesia dalam rangka mewujudkan perbaikan proses belajar-menagajar yang bermuara pada peningkatan prestasi siswa. Dan menurut saya prestasi siswa tidak hanya mencakup keunggulan akademik, tetapi juga non-akademik seperti keberhasilan dalam olahraga dan peningkatan gairah belajar. Karena itu, ukuran keberhasilan prestasi siswa pun bukan hanya dilihat berdasarkan hasil-hasil ujian berupa angka melainkan juga aspek-aspek non kognitif seperti kehadiran, partisipasi aktif di kelas, dan bahkan angka drop out.

B.     Ciri-Ciri Sekolah Efektif
         Dari berbagai hasil penelitian para ahli pendidikan sejak tahun 1979 sampai  sekarang, menurut penulis sebuah sekolah efektif di Indonesia ditandai dengan:
1. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
2.Lingkungan kerja yang kondusif ditandai dengan adanya kolaborasi dan kerja tim
3.Kejelasan tujuan pendidikan di sekolah yang berfokus pada pencapaian prestasi siswa yang tinggi; perencanaan yang dibangun secara kolaboratif;
4.Stabilitas dan pengembangan staf secara terpadu dan berkelanjutan
5.Fokus sekolah pada pencapaian prestasi siswa yang tinggi
6.Lingkungan belajar yang aman
7.Alat ukur monitoring keberhasilan belajar siswa yang komprehensif;
8.Pengakuan/pengarahan terhadap prestasi siswa.
9.Sumber daya sekolah yang memadai untuk pencapaian prestasi balajar dukungan pemerintah kabupaten.
10.  Partisipasi orang tua dan masyarakat luas yang tinggi.
 
C.    Dasar Bangunan Sekolah Efektif
         Sejenak melihat realitas manajemen sekolah di Indonesia sampai akhir tahun 1990-an, menurut penulis mungkin sama seperti Coleman bahwa sekolah-sekolah yang ada hanya memberikan sedikit sumbangan terhadap peningkatan prestasi siswa karena berbagai alasan. Misalnya para kepala sekolah hanyalah perpanjangan tangan birokrat. Mereka hanya bertanggung jawab terhadap birokrat yang membebaninya dengan berbagai tugas administratif dengan imbalan insentif yang minim. Para kepala sekolah cenderung otoriter dalam mengambil keputusan di sekolah. Jangankan menggugah orangtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan di sekolah, melibatkan mereka saja tidak pernah. Guru-guru juga tidak profesional dalam mengajar, tapi ngotot mendesak pemerintah agar gajinya naik. Pemerintah sangat adil dan benar mewajibkan para guru untuk lulus sertifikasi dulu baru diberi imbalan setimpal. Betulkah demikian? Kalau betul mengapa demikian dan siapa yang paling bertanggung jawab?
         Tidak dapat disangkal bahwa orangtua, lingkungan keluarga, aspek-aspek kehidupan sosial, sistem pendidikan yang efektif, dan lingkungan belajar-mengajar di sekolah sungguh berpengaruh besar terhadap peningkatan prestasi peserta didik. Secara khusus, rumah dan sekolah merupakan dua mata rantai yang tak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi siswa. Persoalannya, dalam konteks pendidikan kita di Indonesia, sejauhmana pemerintah dengan sungguh mendukung kemitraan (partnership) rumah dan sekolah? Bagaimana terciptanya kolaborasi antara rumah dan sekolah melalui konsep partnership dapat menciptakan lingkungan belajar-mengajar yang lebih sehat sehingga prestasi anak didik pun meningkat?
         Berkaitan dengan persoalan pertama, kita boleh berbesar hati karena sesuai Undang-Undang Pendidikan 20/2003 dan panduan Menteri Pendidikan Nasional yang dikeluarkan tahun 2002 dan 2004 untuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten dan Dewan Sekolah di level sekolah, Pemerintah pusat sudah menyerahkan kuasa, wewenang, dan tanggung jawab ke tingkat sekolah dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan di sekolah. Diyakini bahwa sekolahlah yang lebih tahu mengenai kebutuhan sekolah itu sendiri dan sekolahlah yang paling dekat dengan peserta didik. Merekalah orang yang tepat dalam mengambil berbagai keputusan penting di sekolah. Untuk itu, pemerintah pusat harus mengalokasikan dana hibah block grant langsung ke sekolah untuk tujuan efisiensi dan efektivitas. Langkah ini seiring sejalan dengan banyak hasil penelitian di banyak negara bahwa pelimpahan wewenang ke sekolah dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap sekolah (ownership) pada seluruh komunitas sekolah dan masyarakat, partisipasi orangtua dan masyarakat perlahan-lahan meningkat, dan komitmen guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat terhadap perbaikan di sekolah lebih tinggi. Pada gilirannya, lingkungan belajar-mengajar di sekolah dapat diperbaiki untuk mendorong terciptanya semangat dan prestasi belajar anak didik. Realitas inilah yang disebut dengan reformasi sekolah.
         Namun demikian, reformasi sekolah ini bukan tanpa tantangan. Pertama, kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer sekolah mesti paham dengan situasi baru ini. Agar ia tidak sendirian memikul tanggung jawab yang dilimpahkan pemerintah pusat, ia perlu memupuk sebuah proses pengambilan keputusan partisipatif dan partnership dengan berbagai komponen di sekolah dan masyarakat luas. Untuk itu, dewan sekolah yang merupakan lembaga perwakilan komunitas sekolah (kepala sekolah, staf sekolah baik staf pengajar maupun staf administrasi, orangtua murid, dan siswa untuk tingkatan SMP dan SMU) serta masyarakat luas termasuk tokoh masyarakat, aktivis pendidikan, ahli pendidikan, aktivis LSM, dan bahkan alumni.
         Menurut penulis sudah jelas bahwa peran pemerintah dan partnership di sekolah melalui pengembangan dewan sekolah didukung peran kepemimpinan dan manajemen sekolah merupakan fondasi bangunan sekolah efektif. Selanjutnya, bidang-bidang apa yang seharusnya menjadi wewenang sekolah (dewan sekolah) dan pemerintah? Apakah pelimpahan ini disertai dengan kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan block grant dengan efektif dan dibarengi peningkatan kesejahteraan kepala sekolah dan jajarannya? Kedua pertanyaan ini berkaitan erat dengan bagaimana mengembangkan sebuah sekolah efektif yang dapat membantu peningkatan prestasi peserta didik.
 
D.    Membangun Sekolah Efektif
         Menurut Penulis pertama-tama perlu dipahami bahwa membangun sekolah efektif di Indonesia mesti dilihat dalam skala nasional, paling tidak karena tiga alasan fundamental berikut. Pertama, Indonesia dibangun berdasarkan unity in diversity (persatuan dalam keanekaragaman suku, bahasa, agama, dan ras) bukan dibangun atas unity in uniform (persatuan dalam keseragaman agama, misalnya). Kedua, pembangunan di sektor pendidikan selama lebih kurang 35 tahun pada era Pak Harto belum berhasil dengan memuaskan, terbukti dengan temuan United Nations Development Programme (UNDP) bahwa mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia sampai tahun 2000 berada pada tingkat 109. Mutu SDM ini didukung oleh hasil survai The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) bahwa sistem pendidikan Indonesia (sebelum menerapkan manajemen berbasis sekolah-MBS) berada pada tingkat ke-12 dari 12 negara. Karena itu, pemerintah segera membentuk Komisi Nasional Pendidikan (KNP) tahun 2001 untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai model manajemen pendidikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas SDM termasuk perbaikan sekolah. Inilah cerita awal mengenai kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia dan diterapkannya MBS secara wajib di Indonesia. Ketiga, konsep sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh dilihat secara terpisah, tetapi dilihat dalam rentangan waktu yang sama. Di belahan dunia mana pun, tidak ada yang menerapkan 100% sentralisasi dan 100% desentralisasi karena bisa menyebabkan disintegrasi bangsa dan sikap-sikap anarki dan ketergantungan yang tinggi.
         Berhubungan dengan ketiga hal di atas, efektivitas dan perbaikan sekolah bukan semata-mata persoalan sekolah, orangtua, dan peserta didik semata, melainkan persoalan nasional. Karena itu, mengembangkan sekolah yang efektif tidak pernah terpisahkan dari peran pemerintah pusat untuk menyediakan tujuan pendidikan nasional yang nyata lewat pengembangan kurikulum dan buku-buku teks; kontrol pemerintah berkaitan dengan pelimpahan kuasa, wewenang, dan tanggung jawab ke sekolah sesuai dengan standardisasi pendidikan yang ditentukan; dan dukungan pemerintah berkaitan dengan waktu yang disediakan untuk mengadakan perbaikan, dukungan finansial, dan sumber daya manusia.
         Lalu, dengan school resources (sumber daya sekolah: sumber daya manusia, dana, fasilitas sekolah, kurikulum sekolah, manajemen sekolah, dan hal-hal lain yang mendukung kualitas sekolah) yang ada, misalnya block grants, sebut saja dana Bantuan Operasional Sekolah yang dimulai sejak tahun 2001 sampai 2005, dana dekonsentrasi untuk rehabilitasi gedung sekolah tahun 2006, dewan sekolah diberi wewenang sungguh-sungguh untuk mengambil keputusan mengenai: pemilihan buku teks; anggaran dan pelaksanaan pembangunan dan renovasi gedung sekolah. Lebih bagus lagi kalau perekrutan guru dan kepala sekolah menjadi wewenang sekolah, bukan lagi pemerintah. Selain itu, beriringan dengan program-program pelatihan kepemimpinan dan manajemen sekolah yang diinisiatif pemerintah atau kerja sama pemerintah dengan lembaga internasional, sekolah mesti benar-benar diberi kuasa, otoritas, dan tanggung jawab untuk menyusun misi, visi, tujuan, dan program-program sekolah yang lebih nyata dalam upaya peningkatan prestasi

BAB IV
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A.    Simpulan
Dari penjelasan laporan chapter repot ini dapat ditarik simpulan bahwa ke efektifan dan pembaharuan sekolah di Amerika Serikat dengan di Indonesia hampir sama programnya, namun dalam proses perlakuan programnya sekolah di Indonesia masih lambat perkembangannya, ini diperkuat dengan masih belum meratanya perkembangan perhatian pendidikan terhadap daerah pedalaman baik ditinjau dari segi apapun.

B.     Implikasi
Implikasi dari penulisan laporan chapter report yang penulis buat adalah penulis berharap pemerintah daerah (Pemda) baik propinsi maupun kabupaten jangan sampai mengintimidasi kemandirian sekolah dalam menentukan, melaksanakan, dan mengevaluasi segala otoritas dan tanggung jawab yang sudah  dimiliknya dengan cara apapun. Sebaliknya, pemda setia pada tugasnya untuk menjadi fasilitator sekolah, misalnya dalam konteks pengalokasian block grant dari dana dekonsentrasi yang secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi dalam konteks administratif. Sejalan dengan pemda, pemerintah pusat perlu lebih konsentrasi lagi mengurus tujuan pendidikan nasional, standardisasi dan evaluasi nasional, sistem akreditasi, dan yang paling penting soal alokasi dana dan sumber daya lainnya yang merata.

C.    Rekomendasi
Melalui pembelajaran landasan pedagogik, membuat suatu pencerahan bagi semua pendidik bagaimana cara atau bersikap mendidik yang baik, kemudian para pendidik sadar terhadap keadilan mendapatkan pendidikan yang sama pada setiap orang di negara Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ornstein C.Allan. Levine U.Daniel. Gutek L.Gerald and  Vocke E. David. 2011. Foundations of Education; Eleventh Edition. . Wadsworth, Cangage Learning. United Stated of America.
Ornstein,C.Allan and Levine, U.Daniel. An Introduction to the Foundations of Education; third edition. Houghton Mifflin Company, Boston, New Jersey. 1884. United Stated of America.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar