BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengajaran merupakan upaya guru secara konkret yang dilakukan
untuk menyampaikan bahan kurikulum agar dapat diserap oleh murid. Pengajaran
sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai komponen berupa tujuan, bahan,
metode, dan alat serta penilaian. Dalam hubungan itu, diharapkan tercapainya
tujuan belajar yang berhasil dan bermakna. Bahan adalah isi pengajaran yang
apabila dipelajari siswa diharapkan tujuan akan tercapai. Metode dan alat
berperan sebagai alat pembantu untuk memudahkan guru dalam mengajar dan murid
dalam belajar. Sedangkan penilain dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
murid telah mengalami proses pembelajaran yang ditujukan oleh perubahan
perilakunya.
Hasil belajar dari proses belajar tidak hanya
dinilai oleh tes, tetapi juga harus dinilai oleh alat-alat non test atau bukan
tes. Teknik ini berguna untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses
belajar-mengajar yang tidak dapat diukur dengan alat tes. Penggunaan teknik ini
dalam evaluasi pembelajaran terutama karena banyak aspek kemampuan siswa yang
sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup objektifitas. Sasaran teknik ini
adalah perbuatan, ucapan, kegiatan, pengalaman,tingkah laku, riwayat hidup, dan
lain-lain.
Menurut Hasyim (1997;9) ”penilaian nontest adalah
penilaian yang mengukur kemampuan siswa-siswa secara langsung dengan tugas
tugasyang riil”.Adapun menurut Sudjana (1986;67), kelebihan non test
dari test adalah sifatnyalebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk
menilai berbagai aspek dari individusehingga tidak hanya untuk menilai aspek
kognitif, tetapi juga aspek efektif dan psikomotorik,yang dinilai saat proses
pelajaran berlangsung.
Saat ini penggunaan nontes untuk menilai hasil dan
proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat
melalui tes dalam menilai hasil dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek
yang tidak bisa terukur secara “realtime” dengan hanya menggunakan test.
Berdasarkan hal itu, diperlukan suatu langkah untuk penyusunan dan pengembangan
instrumen nontes, yaitu diantaranya dengan menggunakan skala penilaian, yang
diantaranya mencakup skala sikap dan skala minat. Hal ini juga dapat digunakan
untuk memperoleh tes yang valid, sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan
secara tepat hasil belajar atau prestasi belajar yang dicapai oleh
masing-masing individu peserta tes setelah selesai mengikuti kegiatan
pembelajaran.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
A.
SKALA PENILAIAN
Skala
penilaian adalah salah satu bentuk pedoman observasi yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data individu dengan menggolongkan, menilai tingkah laku individu
atau situasi dalam tingkatan-tingkatan tertentu.
1. Bentuk-bentuk
Skala Penilaian
Bentuk-bentuk
skala yang dipakai antara lain: (1) kuantitatif; (2) deskriptif; (3) grafis.
Ketiga bentuk skala penilaian tersebut akan diuraikan satu-satu.
a. Skala
penilaian kuantitatif
Skala penilaian kuantitatif
adalah suatu bentuk pedoman observasi yang mendiskripsikan aspek-aspek tingkah
laku yang diamati dijabarkan dalam skala berbentuk bilangan atau angka.Penilai
cukup menandai indikasi tingkat sebuah karakteristik yang hadir.
b. Skala
penilaian deskriptif
Skala penilaian deskriptif
adalah suatu bentuk pedoman observasi yang mendiskripsikan aspek-aspek tingkah
laku yang diamati dijabarkan dalam skala berbentuk kata-kata diskriptif.
c. Skala
penilaian dengan grafis
Skala penilaian grafis berbentuk
rangkaian (continuum).
2. Langkah-langkah
Penyelenggaraan Skala Penilaian
1)
Tahap persiapan
2)
Tahap pelaksanaan
3)
Tahap analisis hasil
3. Keunggulan
dan Kelemahan Skala Penilaian
a. Keunggulan-keunggulan
Menggunakan Skala Penilaian
skala
indicator yang digunakan lebih baik dari pada hanya sekedar jawaban ya atau
tidak dal ceklis, tidak seperti observasi yang lebih terbuka, skala penilaian
memiliki indicator arahan yang mewakili perilaku dan tingkat kerja sama dalm
bersosialisasi.Skala penilaian tergolong cepat dan mudah, karena dalam skala
sudah tersedia bpenjelasan perilaku siswa, sehingga akan lebih mudah melakukan
penilaian. Skala penilaian dapat diaplikasikan secara langsung.
b. Kelemahan-kelemahan
skala penilaian.
Guru
biasanya menilai siswa berdasarkan interaksi sebelumnya atau berdasarkan emosi
dibandingkan dengan objektivitas. Penilaian yang berulang merepresentasikan
sikap guru terhadap siswa sebenarnya (linn & Gralund, 2000).
B. Skala Sikap
Skala
sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan sikap
tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala, misalnya skala
tiga, empat atau lima. Pengembangan skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
A. Menentukan
objek sikap yang akan dikembangkan skalanya
B. Memilih
dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan denganobjek
penilaian sikap
C. Memilih
kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
D.
Menentukan skala dan penskoran.
1.
Skala Likert
Dalam skala Likert, responden
(subjek) diminta untuk membaca dengan seksama setiap pernyataan yang disajikan,
kemudian ia diminta untuk menilai pernyataan-pernyataan itu. Penilaian terhadap
pernyataan-pernyataan itu sifatnya subjektif, tergantung dari kondisi sikap
masing-masing individu.
2.
Skala Thurstone
Skala Thurstone memuat jumlah
pernyataan yang harus dipilih oleh responden, yang masing-masing telah diberi
skor (bobot) tertentu
3.
Skala Guttman
Skala Guttman, tingkat ketajaman
kontribusi pernyataan terhadap sikap yang akan diungkapkan lebih jelas lagi, sebab
jawaban terhadap pernyataan pertama disusul (dilacak) oleh pernyataan kedua,
dan pernyataan kedua disusul lagi oleh pernyataan ketiga, dan seterusnya.
4.
Skala Diferensial Semantik
Skala Diferensial Semantik menuntut
responden untuk memberikan penilaian tentang suatu obyek atau keadaan dengan
memberikan tanda pada kontinum (selang) pernyataan yang ditulis ekstrimnya,
yaitu ekstrim negatif dan ekstrim positif.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Skala Penilaian
Skala penilaian adalah salah satu bentuk
pedoman observasi yang dipergunakan untuk mengumpulkan data individu dengan
menggolongkan, menilai tingkah laku individu atau situasi dalam
tingkatan-tingkatan tertentu. Skala penilaian memiliki kesamaan dengan ceklis.
Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dengan ceklis. Karena ceklis digunakan
untuk menandai apakah sebuah perilaku hadir atau tidak, sedangkan skala
penilaian menghendaki penilaian dilakukan menurut pertimbangan kualitatif
menyangkut tingkat kehadiran sebuah perilaku. Sebuah skala penilaian
mengandung seperangkat karakteristik atau kualitas yang harus
diputuskan dengan menggunakan suatu prosedur yang sistematis. Skala
penilaian biasanya terdiri dari suatu daftar yang berisi gejala-gejala atau
ciri-ciri tingkah laku yang harus dicatat secara bertingkat, sehingga observer
tinggal memberi tanda cek pada tingkat mana gejala atau ciri-ciri tingkah laku
itu muncul.
1. Bentuk-bentuk Skala Penilaian
Bentuk-bentuk skala yang dipakai
antara lain: (1) kuantitatif; (2) deskriptif; (3) grafis. Ketiga bentuk skala
penilaian tersebut akan diuraikan satu-satu.
1)
Skala
penilaian kuantitatif
Skala penilaian kuantitatif adalah
suatu bentuk pedoman observasi yang mendiskripsikan aspek-aspek tingkah laku
yang diamati dijabarkan dalam skala berbentuk bilangan atau angka.Penilai cukup
menandai indikasi tingkat sebuah karakteristik yang hadir. Sejumlah nomor yang
berurutan ditentukan untuk mendeskripsikan kategori-kategori. Keputusan penilai
diharapkan dalam menilai karakteristik-karakteristik tersebut. Satu system penilain
dengan angka yang umum digunakan sebagai berikut.
Ø Tidak memuaskan
Ø Di bawah rata-rata
Ø Rata-rata
Ø Di atas rata-rata
Ø Luar biasa
Skala angka menjadi sulit digunakan
bila terdapat sedikit kesesuaian dalam penentuan nilai atau angka. Dalam
keadaan demikian maaka interpretasi bisa bervariasi. Contoh skala penilaian
dengan angka seperti pada Gambar 4 yang dikutip dari Gunarti dkk
(2008).
Gambar 4: Contoh skala penilaian
dengan angka
Evaluasi kegiatan anak di sentra bermain drama
Nama anak …………………………. Tema
……………………………
Skor
Kemampuan Aspek
|
1
Membutuhkan peningkatan
|
3
|
5
Memuaskan
|
7
|
10
Luar
biasa
|
Kesesuaian
dengan tema yang kreatif dan tujuan
|
|||||
Keragaman
peralatan yang digunakan
|
|||||
Aktivitas
bebas
|
|||||
Pengembangan
keaksaraan dan matematika awal
|
|||||
Sains,
social dan kesehatan terpadu
|
|||||
Evaluasi
kegiatan siswa
|
|||||
Evaluasi
sentra bermaindrama
|
Komentar …………………
2)
Skala
penilaian deskriptif
Skala
penilaian deskriptif adalah suatu bentuk pedoman observasi yang mendiskripsikan
aspek-aspek tingkah laku yang diamati dijabarkan dalam skala berbentuk
kata-kata diskriptif.
Pedoman Observasi :
Skala Penilaian Deskriptif
I. Identitas Siswa
1.
Nama
: ...............................................................
2. kelas / program
: ...............................................................
3. No. Induk /
absen :
...............................................................
4. Jenis
Kelamin
: ...............................................................
5. Tempat / tgl.
Lahir :
...............................................................
6. Hari /tgl.
Observasi :
...............................................................
7. Tempat
observasi
: ...............................................................
8.
Waktu
: ...............................................................
II. Aspek yang di observasi :
aktifitas diskusi
III. Petunjuk
: berikan tanda cek (v) pada kolom yang
sesuai dengan gejala perilaku pada
individu yang anda amati
Pernyataan
|
Alternatif
|
|||
Sering
|
aktif
|
jarang
|
tdk.aktif
|
|
1. Mempelajari materi sebelum-nya
|
||||
2. Mempelajari aturan/ perintah
diskusi
|
||||
3. Mempersiapkan kelengkapan diskusi
|
||||
4. Mendengarkan .
|
||||
5. Mengajukan pertanyaan
|
||||
6. Menyampaikan gagasan
|
||||
7. Menyanggah pendapat dengan baik
|
||||
8. Menjawab pertanyaan
|
||||
9. Mengerjakan tugas isian
|
||||
10. Merangkum hasil.
|
Komentar / kesimpulan : ......................................................................................
...............................................................................................................................,
......................
Observer : ............................
3)
Skala
penilaian dengan grafis
Skala
penilaian grafis berbentuk rangkaian (continuum). Satu set kategori
dideskripsikan pada poin-poin tertentu sepanjang baris, namun penilai dapat
menandai keputusannya pada salah satu tempat pada baris tersebut. Sebagai
tambahan, skala penilaian grafis menyediakan gambaran serangkaian visual yang
membantu penilai meletakkan posisi jawaban secara benar. Contoh deskripsi skala
penilaian grafis seperti berikut.
1)
Tidak
pernah
2)
Jarang
3)
Sekali-sekali
4)
Seringkali
5)
Selalu
Lembar Pengamatan Terstruktur
Nama anak : ………………
Kelompok : ………………
Minggu ke :……………….
Hari/tanggal
|
Aspek
|
Kategori
|
Keterangan
|
||
S
|
K
|
Tp
|
|||
Emosi
dan sosialisasi
Melamun
Menangis
Menggangu
teman
Berterimakasih
|
Catatan : S= sering
K= kadang-kadang
Tp= tidak pernah
2.
Keunggulan
dan Kelemahan Skala Penilaian
1)
Keunggulan-keunggulan
Menggunakan Skala Penilaian
Skala
penilaian umumnya dapat digunakan untuk menilai sebuah karakteristik social
anak, ketika guru mencoba untuk menetukan kemampuan anak dalam bersosialisasi
di dalam kelas, skala indicator yang digunakan lebih baik dari pada hanya
sekedar jawaban ya atau tidak dal ceklis, tidak seperti observasi yang lebih
terbuka, skala penilaian memiliki indicator arahan yang mewakili perilaku dan
tingkat kerja sama dalm bersosialisasi.
Skala
penilaian tergolong cepat dan mudah, karena dalam skala sudah tersedia
bpenjelasan perilaku siswa, sehingga akan lebih mudah melakukan penilaian.
Skala penilaian dapat diaplikasikan secara langsung. Hal ini dikarenakan skala
penilaian umumnya mudah dimengerti dan universal,disebabkan karena
indikator memberikan penjelasan yang dibutuhkan dalam menilai.Skala penilaian
umumnya konsisten sehingga guru dapat dengan mudah mengembangkannya. Secara
keseluruhan skala penilaian memberikan banyak kemudahandalam menilai, hampir
sama dengan ceklis tetapi indikator dalam skala penilaian lebih terarah.
2)
Kelemahan-kelemahan
skala penilaian.
Skala
penilaian dapat dikatakan subjektif, karenanya banyak kesalahan dalam melihat
rata-rata dan kesamaan dalam setiap permasalahan. Guru biasanya menilai siswa
berdasarkan interaksi sebelumnya atau berdasarkan emosi dibandingkan dengan
objektivitas. Penilaian yang berulang merepresentasikan sikap guru terhadap
siswa sebenarnya (linn & Gralund, 2000).
Dalam
skala penilaian terdapat perbedaan mengenai indikator penjelas juga merupakan
kelemahan skala, adanya perbedaan interpretasi antara “kadang-kadang dan
jarang”. Skala penilaian memberikan gambaran yang sedikit tentang perilaku.
Seperti ceklis yang mengindikasikan keberadaan perilaku, maka skala penilaian
tidak memberikan informasi tambahan dalam menjelaskan suasana yang sebenarnya.
Tidak seperti observasi yang membahas lebih komprehensif informasi mengenai
keseluruhan aspek, namun juga memberikan penjelasan mengenai sebab
akibat.
Mengembangkan skala penilaian
Mutu skala
penilaian juga tergantung dari kespesifikan dalam deskripsi penilaian ketika
merancang skala penilaian, ikuti beberapa langkah berikut:
a) Identifikasi
hasil pembelajaran dari tugas yang diharapkan untuk dinilai.
b) tentukan
karakteristik hasil pembelajaran yang sesuai untuk dinilai dalam skala.
Karakteristik haruslah bisa diamati secara langsung dan point-point dalam skala
ditunjukkan dengan jelas.
c) Sediakan antara
tiga atau tujuh posisi penilaian dalam skala. Jumlah point dalam skala akan
tergantung dari berapa banyak perbedaan yang jelas dalam level pemenuhan yang
diperlukan dalam penilaian.
B. Skala sikap
Skala
sikap adalah berkenaan dengan perasaan (kata hati) dan manifestasinya berupa
perilaku yang bersifat positif (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap
objek tertentu. Objek tersebut bisa diri sendiri, orang lain, kegiatan,
keadaan,lingkungan, dan lain sebagainya. Thurstone mendefinisikan sikap sebagai
derajat perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek yang bersifat
psikologis. Sikap positif bisa diartikan sebagai menyukai, menyenangi, menunjang,
atau memihak terhadap objek tadi. Sedangkan sikap negatif bisa diartikan
sebaliknya.
Pengembangan
skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
·
Menentukan objek sikap yang akan
dikembangkan skalanya, misalnya sikapterhadap kebersihan.
·
Memilih dan membuat daftar dari konsep
dan kata sifat yang relevan denganobjek penilaian sikap. Misalnya : menarik,
menyenangkan, mudah dipelajari dansebagainya.
·
Memilih kata sifat yang tepat dan akan
digunakan dalam skala.
·
Menentukan skala dan penskoran.
·
Penilaian tes skala sikap atas 3
komponen berikut :
a).
Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek.
b).
Komponen kongnisi adalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan
seseorang.
c).
Komponen konasi adalah kecenderunan untuk berperilaku atau berbuat dengan
cara-cara tertentu terhadap sesuatu objek.
1. Skala Likert
Dalam skala
Likert, responden (subjek) diminta untuk membaca dengan seksama setiap
pernyataan yang disajikan, kemudian ia diminta untuk menilai
pernyataan-pernyataan itu. Penilaian terhadap pernyataan-pernyataan itu
sifatnya subjektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu.
Faktor dari luar yang bisa mempengaruhi diusahakan tidak ada.
Derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 5 (lima)
kategori yang tersusun secara bertingkat, mulai dari Sangat Tidak Setuju (STS),
Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS) atau bisa
pula disusun sebaliknya. Dalam menganalisis hasil angket, skala kualitatif di
atas ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Untuk pernyataan yang bersifat
positif (favorable) kategori SS diberi skor tertinggi, makin menuju ke STS skor
yang diberikan berangsur-angsur menurun. Sebaliknya untuk pernyataan yang
bersifat negatif (unfavorable) untuk kategori SS diberi skor terendah, makin
menuju ke STS skor yang diberikan berangsur-angsur makin tinggi. Jika secara
cermat kita teliti, biasanya setiap pernyataan yang disajikan dalam skala
Likert ini, masing-masing memiliki konstribusi yang berlainan terhadap sikap
individu tersebut. Sehingga sudah seharusnya pemberian bobot (skor) untuk
setiap pernyataan berlainan pula. Pemberian skor untuk setiap pernyataan dengan
memperhatikan hal tersebut di atas tidak sembarang bisa ditentukan, melainkan
harus melalui uji coba terlebih dahulu. Bobot untuk setiap pernyataan tersebut
sangat tergantung dari hasil uji coba yang dilakukan. Pembicaraan mengenai
bobot untuk setiap pernyataan untuk angket yang dibuat akan ditentukan secara
kasar saja, dengan mengasumsikan bahwa setiap pernyataan yang disajikan
memiliki konstribusi yang sama terhadap sikap individu secara keseluruhan. Hal
ini dimaksudkan agar pembuatan angket skala sikap model Likert ini bisa mudah
dipahami dan dilaksanakan.
Jika
kita tidak menghendaki jawaban responden yang ragu-ragu (netral), dengan kata
lain siswa dituntut untuk menjawab angket secara konsekuen, bisa saja
alternatif jawaban yang disajikan menjadi 4 buah, tanpa alternatif N (netral).
Dengan demikian pemberian skor untuk setiap pernyataan adalah 1 (STS), 2 (TS),
4 (S), 5 (SS) untuk pernyataan favorable, sebaliknya diberi skor 1 (SS), 2 (S),
4 (TS), 5 (STS) untuk pernyataan favorable.
2. Skala Thurstone
Selain
skala Likert, skala lain yang banyak dipergunakan untuk mengungkapkan sikap
individu adalah Skala Thurstone. Skala Thurstone memuat jumlah pernyataan yang
harus dipilih oleh responden, yang masing-masing telah diberi skor (bobot)
tertentu. Pada skala Likert pembuat angket bisa saja mengasumsikan bahwa
kontribusi setiap pernyataan terhadap sikap dari seorang individu sama, tetapi
dalam skala Thurstone justru hal ini dipentingkan. Pernyataan yang
kontribusinya terhadap sikap lebih tinggi diberi skor lebih besar, sebaliknya
pernyataan yang kontribusinya lebih rendah diberi skor lebih kecil. Dengan
demikian dalam skala ini pernyataan-pernyataan yang disajikan tidak dipilah ke
dalam pernyataan yang favorable dan unfavorable.
Berikut ini disajikan
contoh angket yang disajikan dengan menggunakan model skala Thurstone. Petunjuk:
Pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap Anda terhadap
pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek () di depan nomor
pernyataan di dalam tanda kurung. ( ) 1. Saya senang belajar matematika. ( ) 2.
Matematika adalah segalanya buat saya. ( ) 3. Jika ada pelajaran kosong, saya
lebih suka belajar matematika. ( ) 4. Belajar matematika menumbuhkan sikap
kritis dan kreatif. ( ) 5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya
dalam matematika. ( ) 6. Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam
mempelajari bidang studi lain. ( ) 7. Saya selalu ingin meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan saya dalam matematika.
Dibandingkan
dengan skala Likert, skala Thurstone hanya menyajikan butir pernyataan yang
sedikit sehingga aspek sikap yang bisa diungkapkan relatif sedikit pula. Namun
demikian skala Thurstone mempunyai kelebihan pada ketajaman pernyataan untuk
mengungkapkan sikap tersebut, sehingga lebih sedikit kemungkinan responden
untuk menjawab dengan cara menebak. Untuk mengurangi kelemahan di atas, di
samping cara pemberian skor yang cukup rumit, untuk setiap aspek mengenai sikap
bisa dibuat satu set (10 butir) pernyataan. Misalkan dari segi materi
matematika, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sistem evaluasi, sarana dan
prasarana, masing-masing 10 butir pernyataan sehingga seluruh aspek sikap
terhadap matematika bisa terungkap.
3. Skala Guttman
Pada skala sikap model Guttman, tingkat ketajaman kontribusi
pernyataan terhadap sikap yang akan diungkapkan lebih jelas lagi, sebab jawaban
terhadap pernyataan pertama disusul (dilacak) oleh pernyataan kedua, dan
pernyataan kedua disusul lagi oleh pernyataan ketiga, dan seterusnya.
Pernyataan berikutnya merupakan pelacak tentang jawaban pada pernyataan
sebelumnya. Jadi setiap pernyataan yang disajikan saling terkait, tidak saling
lepas satu sama lain.
4. Skala Diferensial Semantik
Skala Diferensial Semantik mula-mula dikembangkan oleh Osgood dan
kawan-kawan. Skala ini menuntut responden untuk memberikan penilaian tentang suatu
obyek atau keadaan dengan memberikan tanda pada kontinum (selang) pernyataan
yang ditulis ekstrimnya, yaitu ekstrim negatif dan ekstrim positif. Titik
tengah kontinum itu sebagai titik netral (nol). Untuk memberikan skor pada
jawaban siswa, tempat-tempat tertentu pada kontinum itu diberi nilai, mulai
dari nilai negatif menuju nilai positif, dari kiri ke kanan. Skala penilaian
yang biasa dipergunakan adalah -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3 atau bisa juga ditulis
sebaliknya. Jika nilai rerata yang diperoleh seorang individu lebih besar
daripada nol, maka ia mempunyai sikap positif, sebaliknya jika kurang daripada
nol maka ia bersikap negatif.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Skala
penilaian adalah salah satu bentuk pedoman observasi yang dipergunakan untuk mengumpulkan
data individu dengan menggolongkan, menilai tingkah laku individu atau situasi
dalam tingkatan-tingkatan tertentu.
·
Bentuk-bentuk
skala yang dipakai antara lain: (1) kuantitatif; (2) deskriptif; (3) grafis.
·
Skala
penilaian tergolong cepat dan mudah, karena dalam skala sudah tersedia
penjelasan perilaku siswa, sehingga akan lebih mudah melakukan penilaian.Secara
keseluruhan skala penilaian memberikan banyak kemudahandalam menilai, hampir
sama dengan ceklis tetapi indikator dalam skala penilaian lebih terarah.
·
Skala
penilaian memberikan gambaran yang sedikit tentang perilaku. Seperti ceklis
yang mengindikasikan keberadaan perilaku, maka skala penilaian tidak memberikan
informasi tambahan dalam menjelaskan suasana yang sebenarnya.
·
Skala sikap adalah berkenaan dengan
perasaan (kata hati) dan manifestasinya berupa perilaku yang bersifat positif
(favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap objek tertentu.
·
Penilaian tes skala sikap atas 3
komponen, yaitu : Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap objek, Komponen kongnisi adalah kepercayaan atau keyakinan yang
menjadi pegangan seseorang, Komponen konasi adalah kecenderunan untuk
berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap sesuatu objek.
·
Jenis – jenis skala pada skala sikap dan
minat, seperti : skala likert, skala thustone, skala guttman, dan diferensial
semantic.
B.
Saran
Penggunan
skala penilaian, skala sikap dan skala minat alangkah baiknya disesuaikan
dengan target penilangan yang ingin dicapai. Selain itu, penilainan ini akan
menghasilkan tujuan dan output yang maksimal jika dilakukan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, perlu pemahaman yang lebih
mendalam sebagai guru dalam upaya analisis dan percapaina target dalam skala
penilaian, skala sikap, dan skala minat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ilma,
Ratu. 2010. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Bentuk Tes Formatif
Terhadap HasilBelajar Matematika Dengan Mengontrol Intelegensi Siwwa SD di
Palembang.Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Sonasih, Dewi N.W. dkk.
1999. Tehnik dan Alat Evaluasi Pendidikan
Non Tes. Bogor: Universitas Ibnu Khlodun.
Rahmadina, Yusri. 2013.
Teknik tes dan non tes sebagai alat evaluasi hasil belajar. Tersedia online : http://www.academia.edu/4453292/Makalah_Eva_Be_L. [diakses tanggal 4
april 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar